Biro Organisasi Jatim bahas Perubahan PP 41

Perubahan merupakan salah satu tahap yang harus dilalui, karena "change is the only evidance of life" (perubahan adalah satu-satunya bukti kehidupan). Dan pada dasarnya perubahan itu bukan hanya menerapkan teknologi, metode, dan sistem-sistem baru, tetapi juga merubah cara berfikir dan berperilaku serta system atau model organisasi di masyarakat atau kelembagaan di birokrasi. Hal ini sejalan dengan Perpres 81/2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi yang meliputi delapan area perubahan diantaranya bidang organisasi.

Kita harus berubah, karena terjadi perubahan terus-menerus maka kita akan mendapat hasil yang terbaik. Dengan perubahan kita dapat mengantisipasi atau memecahkan masalah.Dengan perubahan kita dapat memberikan pengaruh terhadap organisasi dalam mengimplementasi program yang diharapkan.

Itulah salah satu harapan besar dibenak H. Ardo Sahak, SE,MM Kepala Biro organisasi saat membuka acara Evaluasi Kelembagaan dalam rangka Penetapan TIPOLOGI SKPD di Prov Jatim dan Kab/Kota sesuai dengan RPP Penganti PP Nomor 41/2007 di Hotel Kartika Wijaya Batu (28/5) Ardo menjelaskan bahwa dengan berlakukannya system desentralisasi maka berdampak pada semua aspek. Salah satu perubahan yang mendasar adalah keinginan pemerintah untuk mewujudkan Good Governance.

Fakta mengatakan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan dilingkungan birokrasi. Oleh karenanya birokrasi dipacu terus menuju perbaikan.

Masalah kelembagaan tidak luput dari beberapa kekurangan atau kelemahan. Hal ini yang sering kita jumpaim benturan-benturan atau miss presepsi antara instansi. Belum lagi jumlah besaran organisasi yang belum proporsional . Akhir akhir ini wacana untuk lebih mengutamakan jabatan fungsional menjadi perbincangan yang cukup hangat, katanya.

Lebih lanjut Ardo menambahkan bahwa di Jawa Timur simulasi perhitungan factor umum dan factor teknis dalam rangka penataan Organisasi sudah mulai dibahas antara SKPD, Pemkab maupun Pemkot. Masalahnya setiap pembahasan tentang rencana penggabungan atau marger dua SKPD atau lebih menjadi satu SKPD sering terjadi triyal (hambatan) terhadap volume tugas pokok dan fungsi sehingga berdampak pada kinerja pelayanan. Ke kurang jelasan penataan pada organisasi antara pemprov dan Kab/Kota ini yang mengakibatkan miss interpretasi, miss presepsi yang pada ujungnya sinkronisasi kinerja menjadi kurang harmonis.

Masalah kompetensi, kapabilitas dan basic keilmuan dalam penempatan dijenjang struktural juga perlu diperhatikan, sehingga kedepan diharapkan semua pimpinan SKPD akan mampu menjalankan tugas sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Paparnya

Melalui jejaring komunikasi antara pemprov dan pemkab/pemkot seperti ini diharapkan akan menghasilkan solusi cerdas yang mampu menjawab tantangan dunia ketiga terhadap peningkatan mutu pelayanan. Karena di dunia reformasi semua dituntut lebih baik dari sebelumnya. Pungkasnya (San)